Fatwa Seputar Ziarah Kubur
27 Januari 2012 1 Komentar
Hukum Membaca al-Fatihah atau Surat Lainnya Ketika Ziarah Kubur
Seorang bernama Ahmad Sa’ad dari Yordania, bertanya kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Saya mempunyai beberapa pertanyaan, telah menjadi kebiasaan di masyarakat kami di antaranya membaca al-Qur’an di sisi kubur dan membaca surat al-Fatihah.”
Jawab :
Syaikh rahimahullah menjawab, “Ini merupakan perkara bid’ah, yaitu membaca al-Qur’an di sisi kuburan. Dalilnya adalah karena tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga zaman Khulafa Rasyidin. Sebagaimana diketahui bersama bahwa membaca al-Qur’an adalah ibadah yang sangat agung, bagi siapa saja yang membacanya akan mendapatkan sepuluh kebaikan dari setiap huruf, dan membaca al-Qur’an tidak boleh dikhususkan pada tempat tertentu kecuali ada dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan disunnahkannya untuk mengkhususkan membaca al-Qur’an ditempat itu. Begitu juga tidak disyariatkan membaca surat al-Fatihah, kecuali pada tempat yang memang Allah Ta’ala syariatkan seperti di dalam shalat atau membacakan untuk orang sakit. Adapun membaca al-Fatihah di setiap keadaan atau ketika memulai acara-acara dan yang semisalnya, ini merupakan perbuatan bid’ah. Yang disyariatkan bagi peziarah kubur adalah mengucapkan salam kepada penghuni kubur, sebagaimana dijelaskan dalam sunnah :
“Semoga keselamatan bagi kalian wahai penduduk negeri (peristirahatan sementara) kaum mukminin, dan kami Insya Allah akan bertemu kalian. Semoga Allah merahmati kalian yang lebih dahulu dari kami dan kami pun akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan pada kami dan kalian. Ya Allah, janganlah halangi ganjaran bagi mereka. Janganlah beri siksaan kepada mereka setelah itu. Ampunilah dosa-dosa kami dan mereka.”
Adapun membaca al-Qur’an di sisi kubur maka tidak memberikan manfaat kepada mereka, bahkan termasuk perbuat bid’ah. (Lihat Nur ’Alad Darb / Fatawa Jana’iz : 5/265)
Soal-Soal :
- Assalamu’alaikum. Ustadz, ketentuan pemakaman muslim seperti apa? Bolehkan menabur bunga di atasnya atau memberi nama mayit dengan tujuan agar mudah dikenali? Syukran. (Hamba Allah, Banten, +62813xxxx)
- Apa hukum mengirim doa di kuburan? Apa dalilnya? (Hamba Allah, +62317xxxx)
- Assalamu’alaikum. Bagaimana posisi ketika berziarah kubur berdiri atau duduk jongkok. Yang ana tanyakan apakah ada dalilnya seorang peziarah membawa bunga lalu apakah ada doa khusus yang diajarkan Rasulullah SAW dan apakah boleh mengangkat tangan ketika sedang berdoa? Ana harap jawabannya, Jazakumullah khairan (Hamba Allah, Cirebon, +62852xxxx).
Tabur Bunga Saat Ziarah
Soal :
Sebuah pertanyaan masuk ke Lajnah Da’imah berbunyi, ”Di banyak Negara yang notabene Islam mereka mengadakan pesta pemakaman yang dikenal dengan meletakkan karangan bunga kepada kubur syuhada’, atau makam para pahlawan tak dikenal. Bagaimana menurut pendangan Islam dalam masalah ini? Apakah ada dalil yang mengharamkan atau membolehkannya? Atau itu hanya meniru kebiasaan orang barat?
Jawab :
Lajnah Da’imah menjawab, ”Meletakkan bunga di atas kubur para syuhada’ atau selain mereka, atau juga para pahlawan yang dikenal maupun tidak, merupakan perkara bid’ah yang diada-adakan oleh sebagian kaum muslimin di negara-negara yang memiliki ikatan kuat dengan negara kafir. Mereka menganggap bahwa perbuatan orang-orang kafir terhadap penghuni kubur itu adalah perbuatan baik. Hal ini dilarang dalam Islam karena tasyabbuh (menyerupai) terhadap kaum kafir, dan mengikuti perbuatan yang mereka ada-adakan untuk mengagungkan orang-orang yang sudah meninggal. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dari hal itu ;
”Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah semata lah yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dijadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir).
Dan berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
”Kamu benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan generasi sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan tapak demi tapak, sehingga apabila mereka memasuki lubang biawak, niscaya kamu pun akan memasukinya pula. Sehingga jika di antara mereka menggauli istrinya di jalan, niscaya mereka akan melakukannya.” (HR. Al-Hakim an berkata, ”Menurut syarat Shahih Muslim”, dan Imam adz-Dzahabi telah menyetujuinya, diriwayatkan pula oleh al-Bazzar. Berkata al-haitsami, ”Perawinya terpercaya.”)
Di antara para sahabat, tabi’in dan ulama salaf juga ada para syuhada dan pahlawan. Mereka memiliki andil, akan tetapi para salaf tidak pernah meletakkan bunga di atas kubur mereka. Maka meletakkan bunga di atas adalah perbuatan bid’ah yang diada-adakan. Kebaikan adalah setiap yang mengikuti orang-orang terdahulu dari umat ini, dan kejelekan adalah segala perkara yang diada-adakan (dalam perkara agama) oleh (orang-orang) yang belakangan. (Fatawa lajnah Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta : 9/89, Dinukil dari Fatawa Ulama Baladil Haram : 827).
Mengangkat Tangan Saat Berdoa Untuk Mayit di Sisi Kubur?
Syaikh Abdur-Rahman bin Sa’d bin Ali as-Syasri menjawab, ”Disyariatkan mengangkat tangan ketika berdoa untuk mayit saat berziarah kubur namun tidak terlalu sering. Sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha ia mengatakan : ”Tatkala Rasulullah mendatangi makam al-Baqi’ beliau berdiri lama, kemudian mengangkat tangannya tiga kali.” (HR. Muslim : 2256).
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Hadist ini menunjukkan disunnahkannya memperpanjang doa, mengulang-ulangnya serta mengangkat tangan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa berdoa sambil berdiri lebih sempurna daripada berdoa sambil duduk.” (Syarhu Shahih Muslim : 621, dinukil dari aat-Tadzkirah fi Ahkamil Maqbarah : 221).
Sunnahkah Melepas Sandal Ketika Masuk ke Pemakaman?
Soal :
Sebuah pertanyaan untuk Lajnah Da’imah, ”Apakah melepas sandal di pemakaman itu disunnahkan atau bid’ah?”
Jawab :
Lajnah Da’imah wal Ifta’ menjawab, ”Disyariatkan bagi orang yang hendak masuk pemakaman untuk melepas kedua sandalnya, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Basyir bin al-Khashashiyyah, ia mengatakan, ”Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah, ternyata ada seorang berjalan dikuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan :
”Hai pemakai dua sandal tanggalkan kedua sandal kamu!”
Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud).
Al-Imam Ahman rahimahullah berkata : ”Sanad hadits Basyir bin al-Khashashiyyah bagus. Aku berpendapat dengan apa yang terkandung padanya, kecuali bila ada penghalang.”
Penghalang yang dimaksud al-Imam Ahmad adalah semacam duri, kerikil yang panas, atau semisal keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari gangguan itu. (Fatawa lajnah Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta : 9/123, 124, dinukil dari Fatawa Ulama Baladil Haram : 821)
Membuat Tulisan di Atas Kubur
Soal :
Seorang penanya bertanya kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, ”Apakah boleh meletakkan potongan besi atau spanduk di atas kubur dan ditulisi sebagian ayat al-Qur’an dan nama si mayit, tanggal meninggal dan kalimat lainnya?”
Jawab :
Syaikh menjawab, ”Tidak boleh meletakkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an atau selainnya di kubur mayit, baik berupa besi, papan atau selainnya. Sebagaimana telah datang larangan tersebut dalam hadits Jabir radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
”Rasulullah melarang mengapur kubur, duduk-duduk di atasnya dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim).
Imam at-Tirmidzi dan an-Nasa’i menambahkan dengan sanad yang shahih, ”.. dan menulis di atasnya.”” (Majmu Fatawa Syaikh Ibni Baz : 4/337 di nukil dari Syarhus Shudur bi Fatawa al-Qubur : 7).
Sunnahkan Memperbanyak Ziarah Kubur Alim Ulama?
Soal :
Seorang penanya bertanya kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, ”Apakah disyariatkan memperbanyak ziarah ke kubur para Ulama dan orang-orang Shalih?”
Jawab :
Syaikh menjawab, ”Memperbanyak ziarah kubur ke alim ulama dan ahli ibadah bisa menjerumuskan kepada perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan) yang sampai ke derajat syirik. Oleh karena itu hendaknya mendoakan mereka tanpa terlalu sering datang ke kuburan mereka. Apabila Allah Ta’ala menerima doa seorang hamba, maka ini merupakan manfaat bagi mayit, baik ia berada di sisi kuburnya dan mendoakan untuknya, atau berdoa di rumahnya, atau juga berdoa di masjid. Semua itu akan sampi dengan kehendak Allah Ta’ala, dan tidak perlu harus pulang pergi ke kubur.” (Fatawa fi Ahkam al-Jana’iz : 286)
Sumber: Majalah Al-Mawaddah vol. 44 Dzulqo’dah 1432H – Sep-Okt 2011M (Rubrik Ulama Berfatwa. Oleh: Ustadz Mukhlis Abu Dzar)
Ping-balik: Hatiorganik | by Dedi Sukandar